Rabu, 06 Juni 2012

Moral Sebagai Solusi Mencerdaskan Bangsa


Pendidikan dan Moral Sebagai Solusi Mencerdaskan Bangsa
Oleh : Adriya Mediandri
Akhir-akhir ini, kita disuguhkan dengan berbagai kasus yang mencerminkan penurunan kualitas moral rakyat Indonesia. Mulai dari maraknya kasus tawuran remaja, kasus narkoba dan minuman keras, kasus hamil di luar nikah dan praktik aborsi, kasus video porno, sampai kasus korupsi dan suap yang menjerat para pejabat Negara. Tahun 1999 hingga Maret 2000 tercatat lebih dari 200 kasus dengan 26 pelajar tewas, 56 luka berat, dan 109 luka ringan (Bimmas Polri Metro Jaya). Berdasarkan data hingga September 2005 ini kasus narkoba di Indonesia mencapai 12.256 kasus yang terdiri atas narkotika 6.179 kasus, psikotropika 5.143 kasus dan bahan adiktiv lainnya 934 kasus. Sementara untuk HIV/AIDS hingga 30 September 2005 tercatat 8.250 kasus, terdiri atas AIDS sebanyak 4.186 kasus dan infeksi HIV 4.064 kasus, sedangkan akibat jarum suntik 1.074 kasus. Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun. Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tang gal 4 Agustus 2010, merilis bahwa mereka mendapati 176 kasus korupsi yang ditangani aparat hukum di level pusat maupun daerah. Nilai kerugian negara dalam kasus-kasus itu ditaksir mencapai Rp2,102 triliun (Anonim, 2005). Semua ini menunjukkan bahwa kondisi moral bangsa ini terutama generasi muda sudah mulai mengalami degradasi moral sehingga perlu mendapat perhatian.
Sistem Pendidikan yang berlaku di Indonesia memilki tujuan yang mulia yakni tercermin dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, diharapkan mampu meningkatkan kualitas moral bangsa Indonesia. Sehingga dapat difahami bahwa pendidikan nasional berfungsi sebagai proses untuk membentuk kecakapan hidup dan karakter bagi warga negaranya dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermoral dan bermartabat.
Namun pada kenyataannya tujuan yang diharapkan dan diinginkan oleh Undang-Undang tersebut belum sepenuhnya terwujud. Hal ini ditandai dengan banyaknya manusia yang cerdas namun tidak disertai dengan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tidak berakhlak mulia, tidak jujur dan tidak bertanggungjawab, sehingga dengan kepintarannya tersebut ia gunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Kondisi bangsa Indonesia saat ini cukup memprihatinkan, sehingga membawa bangsa ini semakin terpuruk dalam kemiskinan dan krisis moral yang berkepanjangan.
Kondisi pendidikan di Indonesia sekarang ini jauh dari yang diharapkan. Proses pendidikan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter positif. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mentalnya lemah, penakut, dan perilakunya tidak terpuji. Pendidikan yang tujuan awalnya mencetak manusia yang cerdas dan kreatif, ternyata masih memiliki kelemahan pada aspek perkembangan karakter bangsa yang berkualitas yang akan menghasilkan manusia yang serdas, kreatif dan bertaqwa. Hal ini terlihat dari banyaknya pelajar yang terlibat tawuran, kasus kriminal, narkoba, dan seks di luar nikah. Sehingga ketika mereka menjadi pejabat pemerintahan, tidak sedikit yang sering melakukan pelanggaran-pelanggaran, diantaranya kasus suap dan korupsi.
Hal ini menjadi bukti bahwa dalam Undang-Undang No. 2 Thn 1989 bab II pasal 4 tentang tujuan pendidikan di Indonesia belum terwujud, yang disebabkan karena pendidikan moral yang selama ini diajarkan di sekolah seperti Agama & PPKn biasanya hanya menyentuh aspek pengetahuan saja dan belum sampai pada aspek prilaku. Apalagi proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik banyak menitikberatkan pada segi hafalan saja sehingga tidak bisa mengubah prilaku seseorang menjadi baik. Singkatnya, penurunan kualitas moral generasi bangsa ini, disebabkan oleh kurangnya perhatian dalam usaha etika dan moral dalam pelaksanaan pendidikan di negeri ini. Tidak ada pembentukan program pendidikan karakter sejak dini, sehingga karakter yang terbentuk dari sebagian pelajar Indonesia bukanlah karakter yang mencerminkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan fenomena di atas, diperlukan sebuah solusi dalam dunia pendidikan untuk menerapkan pendidikan karakter guna membentuk karakter positif para pelajar, sehingga menghasilkan manusia yang cerdas, kreatif, serta bermoral dan bermartabat dalam rangka membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada hakikatnyanya juga pendidikan adalah  cara untuk memanusiakan manusia yang merupakan P3D (Pertolongan Pertama Pada Diri) dalam menggunakan akal pikirannya yang merupakan sebuah titipan berupa potensi dari sang pemberi potensi yakni Allah Subhanahu Wata’ala. Sebuah potensi yang dihiasi dengan sebuah akhlak yang baik merupakan solusi untuk meningkatkan moral bagi kalangan yang berada di dunia pendidikan dalam rangka mendeskripsikan dan pengintegrasian kualitas bangsa di masa depan. Untuk menjadikan sebuah bangsa yang cerdas perlu juga untuk menciptakan sebuah kader-kader yang cerdas dengan cara memperkuat mental dari generasi tersebut.  Dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada kader-kader bangsa yang di upayakan ketika sejak dini. Demi Terbentuknya karakter –karakter yang baik  sejak dini juga akan membantu pertumbuhan yang baik pula , dan akan menjadi watak perilaku seseorang dalam menempuh masa yang akan datang. Maju mundurnya  bangsa di masa yang akan datang  nanti tergantung keadaan pemuda pada hari ini. Sebagaimana dalam sebuah kata motivasi “ Pemuda zaman sekarang adalah pemimpin di masa mendatang”. Tetapi jika kita renungi keadaan zaman sekarang ini satu per satu pengikisan moral yang mulai menyerang para pemuda- pemuda  pemimpin bangsa. Maraknya kasus - kasus kriminal di bangsa kita tercinta ini yang merupakan  gambaran pengikisan moral pada  generasi bangsa ini, yang Menyebabkan  penghambat Negara untuk  menjadikan sebuah agama yang cerdas. Sebagai kenyataan .
Mengingat hakkat manusia adalah makhluk yang bermoral. Moralnya manusia adalah manusianya moral. Ketika manusia melakukan penyimpangan moral adalah manusia yang sedang mereduksi nilai-nilai kemanusiaannya manusia. Akan tetapi, jika realitasnya masih banyak manusia yang melakukan penyimpangan moral, apakah merupakan kehendak dasar manusia? Tentu saja bukan dan sama sekali bukan. Itu adalah godaan pehelatan melawan syetn, sebagai simbol kejahatan. Sebab kodrat manusia itu adalah baik. Artinya moral baik dan lebih cenderung pada yang baik dan menyukai kebaikan-Nya baik. Allah telah menjamin secara tegas dalam jawaban di atas keraguan malaikat ketika Adam diciptakan, maka akan menumpahkan darah dan menyebarkan kerusakan di muka bumi, tapi Alloh menjawabnya. Aku mengetahui apa yang kalian tidak ketahui (QS Al-Baqoroh 2:3). Dalam ayat itu, Allah menyangkal jika manusia disebut sebagai perusak, penjahat, menumpah darah, dan seterusnya.
Penyimpangan perilaku bukan karena kodrat alami, tetapi perlawanan terhadap kodrat. Kecelakaan kodrat dan pemerkosaan kodrat, akhirnya, menjadi tidak kodrati, tidak alami, dan tidak natural. Karena itu, wajar bila perbuatan yang bertentangan denga aslinya manusia dan manusia aslinya.akan berhadapan dengan dosa, ketidaknyamanan, ketentraman, dan ketidak bahagiaan hidup. Edwar Wyne (1991) mengatakan bahwa 95 % kemungkinan besar manusia mengetahui mana perbuatan yang baik dan buruk. Hanya saja masalahnya tidak memiliki keinginan yang kuat atau komitmen untuk mewujudkan yang baik dalam kenyataan baik. Tentu kita semua pernah melihat bahkan merasakan sendiri ketika kita melakukan sebuah kesalahan mencuri dan  korupsi misalnya. Bukan saja jantung yang berdebar tetapi seluruh badan kita pun merasakan debaran yang yang begitu kencang yang selanjutnya akan bereaksi menjadi negatif, mukanya merah, cara berpikir tidak terarah, perasaan goyah, mentalnya payah, semangat lemah dan tidurnya pun tidak betah. Inilah yang membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki kodray atau fitrah pada kebaikan.
Bila keadaan di atas, masih praduga atau pekiraan belaka, maka anda silahkan mengingat kembali perasaan yang pernah anda rasakan ketika melakukan kesalahan, sekecil apapun kesalahan itu. Jika ya, pasti akan meraskan hadirnya tidak aman, berada dalam ancaman, berusaha menyembunyikan, dan menghindari dari segala keadaan. Kenapa begitu? Karena takut oleh orang, padahal orang tersebut sama sekali tidak mengetahui, aneh kan? Itulah bukti bahwa perilaku bermoral merupakan kodrat alami manusia.
Hubungan antara moral dengan pendidikan sangat saling berikatan sekali, yakni sebagai solusi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang mengakibatkan robohnya suatu bangsa, apabila seluruh rakyatnya tidak bermoral. Sebuah moto yang dipajang di kampus UPI Bnadung yang sederhana tetapi menggelitik serta mempunyai bahasa yang berselera tinggi. “Pendidikan Nilai adalah Nilai Pendidikan”  bisa dikatakan juga bahwa “Pendidikan Moral adalah Moral Pendidikan”. Moral pendidikan adalah nilai-nilai yang terkandung dalam setiap bahan ajar atau ilmu pengetahuan. Karena itu, betapa sulitnya kita akan menemukan ilmu pengetahuan yang tanpa nilai. Karena hakikatnya setiap pengetahuan syarat nilai ( embedded values, sceince is bound values), punya jiwa, punya makna, punya semangat zaman.
Karen sifat ilmu dasar ilmu adalah netral. Bukan berarti tidak berpihak atau tidak ada yang dipihaki, tetapi berpihak pada pada sesuatu yang tidak dipihaki . contoh negara-negara yang disebut dengan sebutan negara non- blok, bukan berarti punya blok, tetapi tidak ngeblok pada blok yang sudah ada,yakni blok Barat atau Timur. Akan tetapi dalam kenyataannya, negara-negara itu membuat komunitas blok sendiri yang non-blok.karena memiliki keberpihakan pada blok yang disebut dengan non-blok. Itulah yang disebut dengan netralitas pada kenetralan yang tidak netral untuk membuat kenetralan sendiri.
Menurut perspektif filsafat, A. Tafsir (1993:21) menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan disebut shahih, apabila memiliki kriteria tertentu, yakni kebenaran ontologis, ketetapan epistemologis, dan keberfungsian aksiologis. Sangat dipahami secara epistemologis bahwa ilmu pengetahuan harus dicapai melalui metodologi yang objektif. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh benar-benar objektif,  kebenarannya benar,sesuai dengan kebenaran itu sendiri. Pendidikan yang shahih sepenuhnya merupakan ikhtiar untuk memperoleh nilai hidup, bukan nilai angka sebagai mana lazimnya saat ini. Nilai hidup tentu bukan sekedar memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi menghasilkan makna dari setiap pengetahuan yang dipelajarinya.
Kini, secara nyata, dunia pendidikan kita telah direduksi menjadi sebuah proses bimbingan belajar yang hanya menghasilkan peserta didik mampu menjawab soal ujian mata pelajaran, bukan melatih kemampuan menjawab persoalan hidup. Pendidikan saat ini lebihbersifat ajang perlombaan mencapai angka prestasi akademik. Setiap sekolah berlomba untuk mencapai UN terbaik agar bisa disebut sebagai sekolah favorit atau bergengsi dan dapat masuk perguruan tinggi ternama. Jika hal ini berlangsung terus, tentu akan merupakan ancaman bagi keberlangsungan suatu bangsa. Kenapa? Karena kemapuan akademik yang tidak di tunjang oleh kehebatan etos kerja dan kekuatan moral, hanyalah membangun rumah mewah di atas pondasi yang tidak kokoh. Hasil penelitian Insitut Teknologi Carnegie, bahwa kesuksesan itu 15 % ditentukan oleh kemampuan keterampilan dalam bekerja, berpikir sedangkan 85 %  karena faktor- faktor kepribadian seperti, kejujuran, empati, peduli, loyal memberikan inspirasi, dan suka mendukung.(Ary Ginanjar. 2003:178). Oleh karena itu, bola seseorang cerdas secara akademik, namun rusak secara moral, maka hanyalah membangun sebuah tragedi kemanusiaan terdahsyat yang dapat mempercepat kehancuran dunia dan seluruh kehidupannya.
Kehidupam yang dihiasi moral maka akan lahir budaya yang bermoral, misalnya seorang siswa yang bermoral dipastikan lahir dari sebuah lembaga pendidikan yang bermoral yang tumbuh dari pribadi-pribadi para pendidik yang bermoral. Tak ada keraguan untuk meyakini bahwa sekolah bermoral jauh lebih baik dibandingkan sekolah yang tidak bermoral.bila belum yakin, maka silahkan pelajari sekolah-sekolah yang runtuh disekitar anda, itu dipastikan karena runtuhnya budaya moral. Budaya itu, nampak dalam ketidakjujuran dalam manajemen, guru kurang menghargai ilmu, rendahnya kecintaan belajar, budaya disiplin yang rendah, dan kebersihan yang diabaikan, serta belajar penuh dengan ketekanan. Sekolah yang memiliki moral terbaik ditandai dengan beberapa ciri unik yang terwujud dalam tampilan sekolah, manajemen, guru, dan siswanya antara lain sebagai berikut :
Ø  Budaya Nilai. Tak mungkin lahir sekolah berbudaya moral tanpa menampilkan sistem nilai tertentu yang ditaati bersama. Misalnya sistem nilai berperilaku bermoral yang tercermin dari segala tatanan budaya sekolah, mulai dari cara berpikir, memenadang permasalahan, dan menyikapi segala tindakan.
Ø  Budaya Belajar. Belajar bagi sekolah yang berbudaya moral, bukan semata-mata dilakukan untuk mencapai target prestasi belajar, tetapi untuk mengoptimalkan proses belajar prestasi. Tentu saja lebih penting untuk mencapai prestasi seperti prestasi hidup, prestasi bergaul, prestasi berkarya, prestasi kepemimpinan, prestasi sebgai ilmuwan dan seterusnya. Itulah sebuah konsekuensi yang akan dicapai  dari belajar prestasi.
Ø  Budaya Pelayanan. Tak ada yang lebih berharag dalam menjaga kelangsungan sekolah, selain menawarkan pelayanan terbaik, customer satisfaction. Pelayanan adalah jiwa sekolah dari sekolah yang berjiwa. Pelayanan adalah masa depan sekolah dan sekolah masa depan. Karena itu, sekolah yang memberikan pelayan jelek akan ditinggalkan peminatnya, sekalipun murah. Sekalipun menawarkan jasa yang tinggi, akan tetap menjadi rebutan orang yang menyadari pendidikan sebagai investasi masa depan.
Ø  Budaya Menghargai Hal Kecil. Banyak hal kecil yang tidak mendapatkan penghargaan, kemudian menjadi besar di tangan orang-orang berani ysng menghargai yang kecil dengan potensi yang besar. Sekolah yang menerapkan disiplin belajar sebagai pilihan keunikan,akan menyebabkan sekolah itu menjdai lebih besar dalam segala hal, sebab disiplin akan membawa budayapositif untuk membangun sebuah prestasi kolektif. Tak ada prestasi sebesar apa pun, selain berawal dari disiplin besar terhadap hal kecil, dan membuat hal kecil dengan konstruk berpikir besar.
Semua penjelasan tentu saja tidak sempurna, tetapi sekuarang-kurangnya memberikan inspirasi untuk memberikan gambaran bahwa hubungan pendidikan dengan moral salah satu solusi bagi kelangsungan kehidupan berbangsa demi mewujudkan bangsa yang bermoral. Mewujudkan sekolah-sekolah yang berlandaskan moral menjadi solusi menciptakan kader-kader bangsa yang yang bermoral untuk kehidupan di masa yang akan datang. Sekolah bermoral menjadi sekolah masa depan. Pendidikan moral adalah moral pendidikan.