Pendidikan dan Moral Sebagai Solusi Mencerdaskan Bangsa
Oleh : Adriya Mediandri
Akhir-akhir
ini, kita disuguhkan dengan berbagai kasus yang mencerminkan penurunan kualitas
moral rakyat Indonesia. Mulai dari maraknya kasus tawuran remaja, kasus narkoba
dan minuman keras, kasus hamil di luar nikah dan praktik aborsi, kasus video
porno, sampai kasus korupsi dan suap yang menjerat para pejabat Negara. Tahun
1999 hingga Maret 2000 tercatat lebih dari 200 kasus dengan 26 pelajar tewas,
56 luka berat, dan 109 luka ringan (Bimmas Polri Metro Jaya). Berdasarkan data
hingga September 2005 ini kasus narkoba di Indonesia mencapai 12.256 kasus yang
terdiri atas narkotika 6.179 kasus, psikotropika 5.143 kasus dan bahan adiktiv
lainnya 934 kasus. Sementara untuk HIV/AIDS hingga 30 September 2005 tercatat
8.250 kasus, terdiri atas AIDS sebanyak 4.186 kasus dan infeksi HIV 4.064
kasus, sedangkan akibat jarum suntik 1.074 kasus. Kehamilan yang tidak
diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000
hingga 200.000 kasus setiap tahun. Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tang
gal 4 Agustus 2010, merilis bahwa mereka mendapati 176 kasus korupsi yang
ditangani aparat hukum di level pusat maupun daerah. Nilai kerugian negara
dalam kasus-kasus itu ditaksir mencapai Rp2,102 triliun (Anonim, 2005). Semua
ini menunjukkan bahwa kondisi moral bangsa ini terutama generasi muda sudah
mulai mengalami degradasi moral sehingga perlu mendapat perhatian.
Sistem
Pendidikan yang berlaku di Indonesia memilki tujuan yang mulia yakni tercermin
dalam UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3
disebutkan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, diharapkan mampu
meningkatkan kualitas moral bangsa Indonesia. Sehingga dapat difahami bahwa
pendidikan nasional berfungsi sebagai proses untuk membentuk kecakapan hidup
dan karakter bagi warga negaranya dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa
Indonesia yang bermoral dan bermartabat.
Namun pada
kenyataannya tujuan yang diharapkan dan diinginkan oleh Undang-Undang tersebut
belum sepenuhnya terwujud. Hal ini ditandai dengan banyaknya manusia yang
cerdas namun tidak disertai dengan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Tidak berakhlak mulia, tidak jujur dan tidak bertanggungjawab,
sehingga dengan kepintarannya tersebut ia gunakan untuk hal-hal yang kurang
bermanfaat. Kondisi bangsa Indonesia saat ini cukup memprihatinkan, sehingga
membawa bangsa ini semakin terpuruk dalam kemiskinan dan krisis moral yang
berkepanjangan.
Kondisi
pendidikan di Indonesia sekarang ini jauh dari yang diharapkan. Proses
pendidikan ternyata belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter
positif. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal membangun
karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana yang piawai dalam menjawab soal
ujian, berotak cerdas, tetapi mentalnya lemah, penakut, dan perilakunya tidak
terpuji. Pendidikan yang tujuan awalnya mencetak manusia yang cerdas dan
kreatif, ternyata masih memiliki kelemahan pada aspek perkembangan karakter
bangsa yang berkualitas yang akan menghasilkan manusia yang serdas, kreatif dan
bertaqwa. Hal ini terlihat dari banyaknya pelajar yang terlibat tawuran, kasus
kriminal, narkoba, dan seks di luar nikah. Sehingga ketika mereka menjadi
pejabat pemerintahan, tidak sedikit yang sering melakukan
pelanggaran-pelanggaran, diantaranya kasus suap dan korupsi.
Hal ini menjadi bukti bahwa dalam
Undang-Undang No. 2 Thn 1989 bab II pasal 4 tentang tujuan pendidikan di
Indonesia belum terwujud, yang disebabkan karena pendidikan moral yang selama
ini diajarkan di sekolah seperti Agama & PPKn biasanya hanya menyentuh
aspek pengetahuan saja dan belum sampai pada aspek prilaku. Apalagi proses pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik banyak
menitikberatkan pada segi hafalan saja sehingga tidak bisa mengubah prilaku
seseorang menjadi baik. Singkatnya, penurunan kualitas moral generasi bangsa
ini, disebabkan oleh kurangnya perhatian dalam usaha etika dan moral dalam
pelaksanaan pendidikan di negeri ini. Tidak ada pembentukan program pendidikan
karakter sejak dini, sehingga karakter yang terbentuk dari sebagian pelajar
Indonesia bukanlah karakter yang mencerminkan manusia Indonesia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan fenomena di atas, diperlukan sebuah solusi dalam dunia
pendidikan untuk menerapkan pendidikan karakter guna membentuk karakter positif
para pelajar, sehingga menghasilkan manusia yang cerdas, kreatif, serta
bermoral dan bermartabat dalam rangka membentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada hakikatnyanya juga pendidikan adalah cara untuk memanusiakan manusia yang
merupakan P3D (Pertolongan Pertama Pada Diri) dalam menggunakan akal pikirannya
yang merupakan sebuah titipan berupa potensi dari sang pemberi potensi yakni
Allah Subhanahu Wata’ala. Sebuah potensi yang dihiasi dengan sebuah akhlak yang
baik merupakan solusi untuk meningkatkan moral bagi kalangan yang berada di
dunia pendidikan dalam rangka mendeskripsikan dan pengintegrasian kualitas
bangsa di masa depan. Untuk menjadikan sebuah bangsa yang cerdas perlu juga
untuk menciptakan sebuah kader-kader yang cerdas dengan cara memperkuat mental
dari generasi tersebut. Dengan
menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada kader-kader bangsa yang di upayakan
ketika sejak dini. Demi Terbentuknya karakter –karakter yang baik sejak dini juga akan membantu pertumbuhan yang
baik pula , dan akan menjadi watak perilaku seseorang dalam menempuh masa yang
akan datang. Maju mundurnya bangsa di
masa yang akan datang nanti tergantung
keadaan pemuda pada hari ini. Sebagaimana dalam sebuah kata motivasi “ Pemuda
zaman sekarang adalah pemimpin di masa mendatang”. Tetapi jika kita renungi
keadaan zaman sekarang ini satu per satu pengikisan moral yang mulai menyerang
para pemuda- pemuda pemimpin bangsa.
Maraknya kasus - kasus kriminal di bangsa kita tercinta ini yang merupakan gambaran pengikisan moral pada generasi bangsa ini, yang Menyebabkan penghambat Negara untuk menjadikan sebuah agama yang cerdas. Sebagai
kenyataan .
Mengingat hakkat
manusia adalah makhluk yang bermoral. Moralnya manusia adalah manusianya moral.
Ketika manusia melakukan penyimpangan moral adalah manusia yang sedang
mereduksi nilai-nilai kemanusiaannya manusia. Akan tetapi, jika realitasnya
masih banyak manusia yang melakukan penyimpangan moral, apakah merupakan
kehendak dasar manusia? Tentu saja bukan dan sama sekali bukan. Itu adalah
godaan pehelatan melawan syetn, sebagai simbol kejahatan. Sebab kodrat manusia
itu adalah baik. Artinya moral baik dan lebih cenderung pada yang baik dan
menyukai kebaikan-Nya baik. Allah telah menjamin secara tegas dalam jawaban di
atas keraguan malaikat ketika Adam diciptakan, maka akan menumpahkan darah
dan menyebarkan kerusakan di muka bumi, tapi Alloh menjawabnya. Aku
mengetahui apa yang kalian tidak ketahui (QS Al-Baqoroh 2:3). Dalam ayat
itu, Allah menyangkal jika manusia disebut sebagai perusak, penjahat, menumpah
darah, dan seterusnya.
Penyimpangan
perilaku bukan karena kodrat alami, tetapi perlawanan terhadap kodrat.
Kecelakaan kodrat dan pemerkosaan kodrat, akhirnya, menjadi tidak kodrati,
tidak alami, dan tidak natural. Karena itu, wajar bila perbuatan yang
bertentangan denga aslinya manusia dan manusia aslinya.akan berhadapan dengan
dosa, ketidaknyamanan, ketentraman, dan ketidak bahagiaan hidup. Edwar Wyne
(1991) mengatakan bahwa 95 % kemungkinan besar manusia mengetahui mana perbuatan
yang baik dan buruk. Hanya saja masalahnya tidak memiliki keinginan yang kuat
atau komitmen untuk mewujudkan yang baik dalam kenyataan baik. Tentu kita semua
pernah melihat bahkan merasakan sendiri ketika kita melakukan sebuah kesalahan
mencuri dan korupsi misalnya. Bukan saja
jantung yang berdebar tetapi seluruh badan kita pun merasakan debaran yang yang
begitu kencang yang selanjutnya akan bereaksi menjadi negatif, mukanya merah,
cara berpikir tidak terarah, perasaan goyah, mentalnya payah, semangat lemah
dan tidurnya pun tidak betah. Inilah yang membuktikan bahwa manusia pada
hakikatnya memiliki kodray atau fitrah pada kebaikan.
Bila keadaan
di atas, masih praduga atau pekiraan belaka, maka anda silahkan mengingat
kembali perasaan yang pernah anda rasakan ketika melakukan kesalahan, sekecil
apapun kesalahan itu. Jika ya, pasti akan meraskan hadirnya tidak aman, berada
dalam ancaman, berusaha menyembunyikan, dan menghindari dari segala keadaan.
Kenapa begitu? Karena takut oleh orang, padahal orang tersebut sama sekali
tidak mengetahui, aneh kan? Itulah bukti bahwa perilaku bermoral merupakan
kodrat alami manusia.
Hubungan
antara moral dengan pendidikan sangat saling berikatan sekali, yakni sebagai
solusi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang mengakibatkan robohnya suatu
bangsa, apabila seluruh rakyatnya tidak bermoral. Sebuah moto yang dipajang di
kampus UPI Bnadung yang sederhana tetapi menggelitik serta mempunyai bahasa
yang berselera tinggi. “Pendidikan Nilai adalah Nilai Pendidikan” bisa dikatakan juga bahwa “Pendidikan Moral
adalah Moral Pendidikan”. Moral pendidikan adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap bahan ajar atau ilmu pengetahuan. Karena itu, betapa sulitnya kita
akan menemukan ilmu pengetahuan yang tanpa nilai. Karena hakikatnya setiap
pengetahuan syarat nilai ( embedded values, sceince is bound values),
punya jiwa, punya makna, punya semangat zaman.
Karen sifat
ilmu dasar ilmu adalah netral. Bukan berarti tidak berpihak atau tidak ada yang
dipihaki, tetapi berpihak pada pada sesuatu yang tidak dipihaki . contoh
negara-negara yang disebut dengan sebutan negara non- blok, bukan berarti punya
blok, tetapi tidak ngeblok pada blok yang sudah ada,yakni blok Barat atau
Timur. Akan tetapi dalam kenyataannya, negara-negara itu membuat komunitas blok
sendiri yang non-blok.karena memiliki keberpihakan pada blok yang disebut
dengan non-blok. Itulah yang disebut dengan netralitas pada kenetralan yang
tidak netral untuk membuat kenetralan sendiri.
Menurut
perspektif filsafat, A. Tafsir (1993:21) menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan
disebut shahih, apabila memiliki kriteria tertentu, yakni kebenaran ontologis,
ketetapan epistemologis, dan keberfungsian aksiologis. Sangat dipahami secara
epistemologis bahwa ilmu pengetahuan harus dicapai melalui metodologi yang
objektif. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh benar-benar
objektif, kebenarannya benar,sesuai
dengan kebenaran itu sendiri. Pendidikan yang shahih sepenuhnya merupakan
ikhtiar untuk memperoleh nilai hidup, bukan nilai angka sebagai mana lazimnya
saat ini. Nilai hidup tentu bukan sekedar memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi
menghasilkan makna dari setiap pengetahuan yang dipelajarinya.
Kini, secara
nyata, dunia pendidikan kita telah direduksi menjadi sebuah proses bimbingan
belajar yang hanya menghasilkan peserta didik mampu menjawab soal ujian mata
pelajaran, bukan melatih kemampuan menjawab persoalan hidup. Pendidikan saat
ini lebihbersifat ajang perlombaan mencapai angka prestasi akademik. Setiap
sekolah berlomba untuk mencapai UN terbaik agar bisa disebut sebagai sekolah
favorit atau bergengsi dan dapat masuk perguruan tinggi ternama. Jika hal ini
berlangsung terus, tentu akan merupakan ancaman bagi keberlangsungan suatu
bangsa. Kenapa? Karena kemapuan akademik yang tidak di tunjang oleh kehebatan
etos kerja dan kekuatan moral, hanyalah membangun rumah mewah di atas pondasi
yang tidak kokoh. Hasil penelitian Insitut Teknologi Carnegie, bahwa kesuksesan
itu 15 % ditentukan oleh kemampuan keterampilan dalam bekerja, berpikir
sedangkan 85 % karena faktor- faktor
kepribadian seperti, kejujuran, empati, peduli, loyal memberikan inspirasi, dan
suka mendukung.(Ary Ginanjar. 2003:178). Oleh karena itu, bola seseorang cerdas
secara akademik, namun rusak secara moral, maka hanyalah membangun sebuah
tragedi kemanusiaan terdahsyat yang dapat mempercepat kehancuran dunia dan
seluruh kehidupannya.
Kehidupam
yang dihiasi moral maka akan lahir budaya yang bermoral, misalnya seorang siswa
yang bermoral dipastikan lahir dari sebuah lembaga pendidikan yang bermoral
yang tumbuh dari pribadi-pribadi para pendidik yang bermoral. Tak ada keraguan
untuk meyakini bahwa sekolah bermoral jauh lebih baik dibandingkan sekolah yang
tidak bermoral.bila belum yakin, maka silahkan pelajari sekolah-sekolah yang
runtuh disekitar anda, itu dipastikan karena runtuhnya budaya moral. Budaya
itu, nampak dalam ketidakjujuran dalam manajemen, guru kurang menghargai ilmu,
rendahnya kecintaan belajar, budaya disiplin yang rendah, dan kebersihan yang
diabaikan, serta belajar penuh dengan ketekanan. Sekolah yang memiliki moral
terbaik ditandai dengan beberapa ciri unik yang terwujud dalam tampilan
sekolah, manajemen, guru, dan siswanya antara lain sebagai berikut :
Ø Budaya Nilai. Tak mungkin lahir sekolah berbudaya moral tanpa
menampilkan sistem nilai tertentu yang ditaati bersama. Misalnya sistem nilai
berperilaku bermoral yang tercermin dari segala tatanan budaya sekolah, mulai
dari cara berpikir, memenadang permasalahan, dan menyikapi segala tindakan.
Ø Budaya Belajar. Belajar bagi sekolah yang berbudaya moral, bukan
semata-mata dilakukan untuk mencapai target prestasi belajar, tetapi untuk
mengoptimalkan proses belajar prestasi. Tentu saja lebih penting untuk mencapai
prestasi seperti prestasi hidup, prestasi bergaul, prestasi berkarya, prestasi
kepemimpinan, prestasi sebgai ilmuwan dan seterusnya. Itulah sebuah konsekuensi
yang akan dicapai dari belajar prestasi.
Ø Budaya Pelayanan. Tak ada yang lebih berharag dalam menjaga kelangsungan
sekolah, selain menawarkan pelayanan terbaik, customer satisfaction. Pelayanan
adalah jiwa sekolah dari sekolah yang berjiwa. Pelayanan adalah masa depan
sekolah dan sekolah masa depan. Karena itu, sekolah yang memberikan pelayan
jelek akan ditinggalkan peminatnya, sekalipun murah. Sekalipun menawarkan jasa
yang tinggi, akan tetap menjadi rebutan orang yang menyadari pendidikan sebagai
investasi masa depan.
Ø Budaya Menghargai Hal Kecil. Banyak hal kecil yang tidak
mendapatkan penghargaan, kemudian menjadi besar di tangan orang-orang berani
ysng menghargai yang kecil dengan potensi yang besar. Sekolah yang menerapkan
disiplin belajar sebagai pilihan keunikan,akan menyebabkan sekolah itu menjdai
lebih besar dalam segala hal, sebab disiplin akan membawa budayapositif untuk
membangun sebuah prestasi kolektif. Tak ada prestasi sebesar apa pun, selain
berawal dari disiplin besar terhadap hal kecil, dan membuat hal kecil dengan
konstruk berpikir besar.
Semua
penjelasan tentu saja tidak sempurna, tetapi sekuarang-kurangnya memberikan
inspirasi untuk memberikan gambaran bahwa hubungan pendidikan dengan moral
salah satu solusi bagi kelangsungan kehidupan berbangsa demi mewujudkan bangsa
yang bermoral. Mewujudkan sekolah-sekolah yang berlandaskan moral menjadi
solusi menciptakan kader-kader bangsa yang yang bermoral untuk kehidupan di masa
yang akan datang. Sekolah bermoral menjadi sekolah masa depan. Pendidikan moral
adalah moral pendidikan.