Selasa, 29 Desember 2009

cinta remaja

assalaamu’alaikum wr. wb.

Bismillahirrahmanirrahim

Saya ucapkan selamat hari raya Bi'tsah Nabi SAW kepada segenap umat manusia, khususnya umat Islam. Kita memohon kepada Allah SWT supaya hari raya ini membawa berkah untuk hadirin, bangsa Iran, bangsa-bangsa Muslim, dan segenap umat manusia.

Masalah bi'tsah (pengutusan) Rasulullah SAW adalah masalah yang terlampau luas untuk dijelaskan dengan lisan dan pikiran kita yang terbatas ini. Bi'tsah Nabi pada hakikatnya merupakan peristiwa agung dimana dimensi demi dimensinya terlalu luas untuk dapat dijelajah dalam waktu singkat. Semakin jauh waktu bergerak maju dan semakin banyak manusia menjalani pengalaman hidup dan menyadari berbagai kekurangan dan penderitaannya semakin jauh dan luas pula dimensi-dimensi yang akan terlihat dari bi'tsah Nabi SAW. Bi'tsah pada prinsipnya adalah seruan kepada umat manusia menuju tarbiyah rasional, moral, dan hukum. Semua ini adalah sesuatu yang sangat diperlukan dalam proses kehidupan umat manusia menuju kesempurnaan.

Tahap pertama adalah pendidikan rasional. Artinya, bi'tsah mengesplorasi daya nalar manusia dan mendudukkannya pada posisi teratas, menyalakan pelita keberpikiran untuk manusia agar manusia dapat menentukan dan meniti jalan yang benar. Inilah masalah yang paling utama. Di samping itu, tahap pertama pada bi'tsah Nabi SAW ini juga mengangkat masalah pengetahuan. Dalam kitab suci Al-Quran dan kalimat-kalimat suci Rasulullah SAW Anda dapat melihat betapa saratnya penekanan terhadap akal, penalaran, perenungan, keberpikiran, dan seterusnya. Pada hari kiamat pun, Al-Quran menggambarkan kata-kata para pendurjana sebagai berikut;

لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

"Sekiranya kami mendengarkan atau berpikir niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS.67.10)

Para pendosa itu mengakui bahwa mereka masuk ke dalam neraka karena telah mengabaikan akal, pikiran, dan hati nurani mereka. Pengabaian ini telah menyebabkan buruknya nasib mereka yang kekal di hari kiamat. Seruan agar manusia kembali kepada akal pikiran sudah menjadi agenda utama dalam perjalanan hidup para nabi, dan bukan hanya dalam sirah nabi terakhir Muhammad SAW. Hanya saja, seruan ini dalam Islam tentu lebih tajam dan fokus. Karena itu, mengenai sebab diutusnya para nabi, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata;

لِيَسْتَأْدُوهُمْ مِيْثَاقَ فِطْرَتِهِ

"Untuk membimbing mereka (umat manusia) kepada ikrar fitrahnya..."

Hingga beliau berkata;

وَ يُثِيْرُوا لَهُمْ دَفَائِنَ الْعُقُوْلِ

"Dan demi menggalikan untuk mereka khazanah akal yang terpendam." (Nahjul Balaghah, Khutbah I )

Para nabi diutus adalah dengan tujuan membukakan kepada kita khazalah akal pikiran dan hati nurani kita. Problema kita ibarat orang yang duduk di atas sebuah harta karun tapi tidak menyadarinya dan tidak memanfaatkannya, lalu mati karena kelaparan. Ketika kita tidak menggunakan akal dan tidak menjadikannya sebagai panutan, ketika kita tidak mengasah akal, dan tidak menyerahkan kendali jiwa kita kepada akal, kondisi kita akan tetap seperti ini.

Harta karun ini ada di tangan kita, tetapi kita tidak memanfaatkannya. Akibat kebodohan kita, kita terdera kesulitan dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Sebab itu, Rasulullah SAW dlam sebuah hadis bersabda;

اِنَّ الْعَقْلَ عِقَالٌ مِنَ الْجَهْلِ

"Sesungguhnya akal adalah kendali dari kebodohan."

Kendali (iqal) adalah tali yang diikatkan kepada hewan semisal unta untuk mencegahnya agar tidak bergerak. "Akal adalah kendali dari kejahilan" maksudnya ialah bahwa akal adalah tali kendali agar manusia tidak disertai kedunguan dalam bergerak. Rasulullah SAW kemudian bersabda;

وَ النَّفْسُ كَمَثَلِ اَخْبَثِ الدَّوَابِ

"Dan jiwa (nafs) adalah ibarat binatang yang paling liar."

Rasulullah SAW menggambarkan jiwa manusia sebagai hewan yang paling liar. Beliau bersabda lagi;

فَاِنْ لمَ ْ تُعْقَلْ حَارَتْ

"Jika tidak diikat maka ia akan membabi-buta." (Tuhaful ‘Uqul hal. 15)

Jiwa manusia akan kacau dan tak terkendalikan lagi jika tidak diikat dengan akal. Manusia akan sama persis dengan binatang yang liar yang tidak tahu kemana akan pergi. Dalam kondisi demikian, manusia akan selalu mengalami problema dalam menjalani kehidupan individual maupun sosial, dan ini juga akan menjadi masalah besar bagi masyarakat manusia. Inilah peranan akal manusia.

Dengan demikian, agenda pertama Rasulullah SAW ialah membangkitkan peranan akal dan daya pikir manusia dan masyarakat manusia. Dan inilah yang akan menjadi kunci penyelesaian semua problema. Akallah yang menggiring manusia kepada agama, menyeru manusia agar tunduk dan mengabdi kepada Allah. Akal mencegah manusia dari perbuatan bodoh dan kepasrahan kepada dunia. Jadi, agenda utama ialah memperkuat daya akal dan pikiran di tengah masyarakat, dan ini juga merupakan kewajiban bagi kita semua. Di tengah masyarakat Islam, kita sekarang berusaha menjadi teladan dan contoh dari masyarakat Islam Nabi Muhammad SAW, betapapun banyaknya kelemahan dan kekurangan yang ada pada diri kita. Di hadapan keagungan Rasul SAW yang tiada bandingannya itu, kita mencoba bergerak demikian. Kita berharap untuk tampil sebagai contoh yang demikian. Di tengah masyarakat ini, akal harus dijadikan pedoman dan tolok ukur.

Tarbiyah kedua adalah tarbiyah akhlak sebagaimana sabda Rasul SAW;

بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْاَخْلَاقِ

"Aku diutus adalah untuk menyempurnakan keutamaan-keutamaan akhlak." (Majma' al-Bayan juz 10 hal. 500)

Rasulullah menyempurnakan norma-norma etika di tengah masyarakat. Akhlak adalah budi pekerti yang jika diterapkan di tengah masyarakat maka manusia akan dapat menjalani kehidupan dengan sehat. Sebaliknya, kehidupan akan keras dan sulit jika akhlak tidak ada atau kehidupan justru dikuasai oleh kebidaban, ketamakan, ambisi, kejahilan, serakah kepada dunia, emosi pribadi, kedengkian, kekikiran, kecurigaan satu sama lain, dan praktik amoral lainnya. Dalam kondisi demikian, kehidupan akan terasa sempit dan manusia tidak mungkin akan dapat bertahan hidup dengan sehat. Oleh sebab itu, Al-Quran al-Karim dalam sejumlah ayatnya menyebutkan;

وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَة

"... membersihkan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah." (QS.3.164 / 62.2)

Penyucian jiwa (tazkiyah) yang merupakan pencerahan akhlak didahulukan atas pengajaran. Pada riwayat hadits Nabi SAW tadi yang berbicara tentang keutamaan akal juga disebutkan bahwa akal melahirkan kelapangan (hilm), dan kelapangan membuahkan ilmu. Dalam tarbiyah ini manusia harus sadar bahwa akal mula-mula melahirkan hilm yaitu kelapangan jiwa yang disertai kesabaran menanggung beban. Dengan kesabaranlah seseorang akan dapat tekun belajar dan menambah pengetahuan individu dan sosialnya. Dengan demikian, ilmu menempati posisi kedua setelah hilm yang merupakan satu norma etika. Dan ini juga ditegaskan dalam ayat Al-Quran tadi. Demikianlah pentingnya tarbiyah akhlak. Kita sekarang benar-benar sangat memerlukan tarbiyah akhlak. Kita sebagai bangsa Iran dan masyarakat Muslim di lingkup wilayah geografis ini, maupun kita sebagai umat Muslim di dunia Islam yang besar ini. Ini merupakan kebutuhan primer bagi kita semua.

Setelah itu adalah tarbiyah dan kedisiplinan hukum. Pelaksana pertama seluruh hukum Islam adalah pribadi Rasulullah SAW sendiri. Dari Ummul Mukminin Aisyah diriwayatkan bahwa orang-orang bertanya kepadanya tentang akhlak dan perilaku Nabi SAW. Aisyah menjawab;

كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ

"Akhlaknya adalah Al-Quran." (Syarah Nahjul Balaghah juz 6 hal.340)

Akhlak, perangai, dan kehidupan Nabi SAW adalah kristalisasi Al-Quran. Artinya, tidak ada perintah Allah SWT yang diabaikan oleh beliau. Ini adalah pelajaran untuk kita semua. Tentunya, kita tidak bermaksud membandingkan diri kita yang hina ini dengan diri Rasulullah SAW yang sangat agung. Beliau ada di puncak sedangkan kita masih berada di sekitar kaki gunung. Namun, yang kita maksud ialah bahwa kita harus bergerak menuju puncak, dan inilah yang menjadi ukuran.

Gelanggang kehidupan ini adalah gelanggang ujian. Bangsa Iran telah menjalani berbagai ujian berat hingga berhasil menggapai keagungan seperti sekarang. Kita tetap terkurung dalam cengkraman thaghut seandainya dulu yang kita lakukan hanya sekedar mengucapkan kalimat lailaha illallah atau sesekali hanya berpikir tentang lailaha illallah. Ketika kita sudah masuk ke dalam kancah pengamalan kalimat lailaha illallah, maka Allah SWT memberikan keagungan, kekuatan, dan kecemerlangan identitas kepada bangsa Iran. Allah SWT pasti merespon jika kita menjejakkan kaki kita ke depan karena Allah adalah Zat yang sangat mudah dan cepat mengabulkan (sari' al-ijabah).

Dalam revolusi maupun perang pertahanan suci dan berbagai ujian lainnya sepanjang 30 tahun ini, bangsa Iran telah berhasil menyelesaikan ujian dengan baik. Allah SWT telah memberikan balasan sesuai dengan kerja keras kita dalam bergerak ke depan. Dan balasan ini adalah anugerah yang sangat besar, sebagaimana firman Allah SWT;

مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

"Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya sepuluh kali lipat amalnya." (QS.6.160)

Allah SWT memberikan balasan sepuluh kali lipat jerih payah yang kita lakukan. Di era thaghut dahulu, di mana posisi kita di tengah umat Islam dan bangsa-bangsa dunia? Kita dulu terkurung dalam terowongan, tak dikenal orang, terlupakan, dan bahkan diri kita sendiri miskin kepekaan terhadap sesuatu dan hampa keberanian. Tapi sekarang kaum muda, ilmuwan, pemikir, pelaku industri, petani, dan segenap lapisan masyarakat kita kaya akan optimisme. Mereka bergerak kencang menuju harapan dan cita-cita, dan hasilnya dapat Anda saksikan. Kekuatan-kekuatan besar dunia bahkan sampai menempatkan perlawanan terhadap Republik Islam sebagai slogan mereka! Mereka berpikir bahwa dengan cara itu mereka akan berhasil menggertak bangsa Iran. Mereka belum sadar bahwa bangsa Iran terlampau peka akan identitasnya, sedangkan Iran sendiri sadar bahwa ia telah dipandang sebagai kendala besar oleh kekuatan-kekuatan paling materialis dan keji di dunia dalam menjalankan ambisi-ambisi kotor mereka. Ini jelas bukan perkara sepele.

Mereka mengatakan akan berbuat ini dan itu di Timteng sambil menyembunyikan ambisi-ambisi kotor mereka lainnya. Tapi bangsa dan Republik Islam Iran menjadi kendala untuk mereka. Ini menandakan kebesaran bangsa dan pemerintahan ini. Keagungan pemerintahan ini berhasil menjadi rintangan serius bagi para ambisius dunia, setidaknya di sebuah kawasan tertentu. Keagungan ini diraih bangsa Iran ketika bangsa ini bergerak di jalur hukum-hukum agama.

Rasulullah SAW sendiri adalah pelaksana hukum. Allah SWT berfirman;

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّه

"Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya... (QS.2.285)

Rasulullah SAW melaksanakan perintah Ilahi dan kaum mukmin kemudian mengikutinya. Beliau melaksanakan dan umat menyaksikannya sehingga merekapun menemukan jalan. Peran yang sama juga harus dimainkan oleh para tokoh, pemimpin, dan pemuka masyarakat. Jangan hanya sebatas bicara. Di tengah Anda sekalian terdapat banyak pejabat negara, dan masing-masing Anda dapat menjadi teladan dari segi amal untuk orang-orang yang memperhatikan Anda.

Bangsa kita adalah bangsa yang baik, agung, loyal, dan pemaaf. Contohnya sudah kita saksikan sepanjang 30 tahun ini. Dalam peristiwa terkinipun dan pada peristiwa pasca pemilu kali inipun, Anda telah menyaksikan bagaimana peranan bangsa ini. Di tengah bangsa ini terdapat berbagai macam visi dan pendapat menyangkut lini kehidupan sosial. Masing-masing sudah angkat suara dan mengajukan pendapatnya. Namun, ketika mereka melihat ada kaki tangan musuh bermain untuk mengusik pemerintahan ini, mereka segera mengatur strategi dan menjauhiny, walaupun kaki tangan itu memakai slogan-slogan yang sama dengan slogan yang mereka yakini. Mereka menjauhi pihak jahat yang mencoba ikut bermain. Ini masalah penting.

Dalam serangkain peristiwa yang terjadi belakangan ini -ingat, sepanjang 30 tahun ini kita selalu menimba sesuatu dari pengalaman- banyak pelajaran yang sudah kita petik bersama. Banyak hal baru yang kita ketahui dan menjadi pengalaman bagi bangsa kita. Semua sadar bahwa ketika rakyat sedang mantap-mantapnya, tentram, dan stabil, ternyata ada sebuah gerakan besar. Jangan sampai lupa musuh sedang menjalankan peranan kejinya. Semua orang mengakui bahwa pemilu yang telah melibatkan 40 juta rakyat adalah peristiwa terbesar sejak awal revolusi Islam sampai sekarang. Adalah satu kebesaran tersendiri bagi pemerintahan ini ketika pemerintahan ini berhasil menarik minat rakyat sedemikian besar untuk terjun ke gelanggang politik. Dalam keadaan seperti ini jangan sampai lupa bahwa musuh pasti berusaha memasang jebakan dan terus mengintai. Ketika aksi pihak asing disebut-sebut, mereka segera keluar dengan wajah tanpa beban dan mengaku sama sekali tidak melakukan aksi campur tangan. Ini memalukan karena semua orang sudah melihat aksi mereka. Terlepas dari temuan yang didapat oleh badan-badan intelijen dan kalangan lainnya mengenai campurtangan pihak asing, ada satu hal yang disaksikan oleh semua orang. Aksi itu adalah peran yang dimainkan oleh media massa (Barat, pent.) dalam beberapa bulan terakhir ini. Media bermain dalam transformasi bangsa-bangsa dunia.

Tentang ini beberapa tahun lalu saya pernah mengingatkan bahwa media propaganda dan informasi para ambisius besar dunia adalah musuh kemerdekaan yang paling getol mengacaukan keamanan bangsa-bangsa dunia atau untuk menyimpangkan mereka dari jalurnya yang benar. Saya mencontohkan sejumlah negara. Dibanding beberapa tahun silam, sekarang media komunikasi jauh lebih luas, komprehensif, terjangkau, dan bervariasi. Musuh beraksi tetapi mereka mengatakan sama sekali tidak berbuat apa-apa. Agenda mereka untuk kelompok-kelompok pengacau mereka publikasikan secara terbuka. Mereka menginstruksikan harus berbuat begini dan begitu dalam bentrok dengan polisi atau relawan (Basij), dalam berbuat keonaran di jalanan, dalam melancarkan vandalisme, dalam melakukan aksi pembakaran. Apakah ini bukan campur tangan? Apakah ada intervensi yang lebih mencolok dan terbuka daripada ini? Semua ini disaksikan dengan jelas oleh masyarakat kita. Ini merupakan pengalaman bagi bangsa kita. Salah jika seseorang beranggapan bahwa kelompok tertentu, itupun di Teheran, yang misalnya merusak tempat-tempat sampah milik pemerintah daerah (pemda), melancarkan tekanan terhadap pemda, atau misalnya lagi merusak properti warga, kendaraan warga, bank-bank, dan pertokoan adalah rakyat. Mereka jelas bukan dari rakyat. Yang mengatakan bahwa mereka rakyat hanyalah corong-corong kaum arogan dunia yang bermaksud menyokong mereka. Apakah mereka itu mewakili rakyat. Rakyat yang berjumlah jutaan justru muak dan benci menyaksikan aksi huru-hara yang telah menyebabkan kacaunya keamanan dan ketentraman masyarakat.

Siapapun yang mengacaukan keamanan masyarakat pasti dibenci oleh rakyat. Segala tujuan yang dikehendaki oleh bangsa ini ada di bawah suasana tentram dan rasa aman. Ketika suasana aman, maka pendidikan akan lancar, ilmu akan mengalir, kemajuan akan terwujud, industri akan bergairah, kekayaan akan melimpah, kesejahteraan akan terbangun, dan ibadahpun akan khusyu'. Kebahagiaan dunia dan akhirat terbangun di bawah payung keamanan. Ketika suasana kacau, semua itu akan terusik. Mengacaukan keamanan sebuah bangsa adalah dosa terbesar. Dan ini hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang bayaran. Kita tidak bicara dengan mereka, karena mereka memang tak mungkin mau mendengar. Pembicaraan kita adalah untuk para elit masyarakat. Masyarakat juga harus waspada, sebagaimana para tokoh juga harus waspada.

Para elit harus tahu bahwa apapun kata-kata, tindakan, dan analisa yang dapat membantu para pengacau adalah tindakan yang menyalahi aspirasi bangsa. Kita semua harus berhati-hati dan waspada. Berhati-hati dalam menebar statemen, mengambil keputusan, mengeluarkan pernyataan, dan berhati-hati dalam mengambil sikap bungkam. Ada hal-hal yang memang harus dikatakan, karena jika kita diam kita justru tidak menunaikan kewajiban kita. Ada hal-hal yang membuat kita harus diam membisu, dan jika kita berbicara berarti kita telah melanggar tugas. Para elit sedang duduk di depan meja ujian yang sangat besar. Dalam ujian, jika hasilnya adalah gagal maka akibatnya bukan saja ketertinggalan kita dalam satu tahun, melainkan keterpurukan. Jika kita tidak ingin mengalami nasib seperti ini, maka akal budi kita yang menyeru manusia kepada ubudiyyah harus kita jadikan sandaran.

Bermain-main dengan politik secara tidak konvensional adalah tindakan yang menyalahi akal sehat.

اَلْعَقْلُ مَا عُبِدَ بِهِ الرَّحْمَنُ وَ اكْتُسِبَ بِهِ الجِْناَنُ

"Akal ialah sesuatu yang dengannyalah Yang Maha Pengasih disembah dan surga digapai." (Al-Kafi juz 1 hal.11)

Akal membimbing manusia kepada jalan yang benar. Salah anggapan bahwa permainan politik adalah permainan orang-orang pintar dan berakal. Yang benar ialah bahwa akal adalah sesuatu yang meluruskan perjalanan ubudiyyah kepada Allah SWT. Tolok ukurnya untuk kita atau antara kita dan Allah SWT ialah apakah kita ikhlas dalam mengeluarkan pernyataan ini, atau apakah kita benar-benar mengingat Allah atau tidak. Kita harus melihat diri kita apakah kita bertujuan mencari keridhaan Allah atau hanya untuk menarik perhatian orang dalam mengeluarkan pernyataan. Inilah kriterianya. Kita harus kembali kepada diri kita sendiri. Diri manusia sendiri adalah juri yang paling kompeten. Jangan sampai kita membohongi diri sendiri. Kita harus tahu apa yang kita perbuat dan katakan.

Jalan bagi kita sudah dibuka lebar-lebar. Kita harus memandang bi'tsah Nabi SAW dengan sisi pandang ini. Bi'tsah bukan sekedar perayaan yang harus kita meriahkan dengan sorak-sorai, membagi-bagikan kue, dan menabur sukacita. Bi'tsah bukan ini, melainkan sebuah momentum ied, dan ied tak lain adalah momen dimana manusia harus merenungkan hakikat dalam-dalam. Memandang bi'tsah adalah memandang Rasulullah SAW, menghayati keagungan mujahadah beliau, dan merenungkan kebesaran pengaruh beliau yang menakjubkan.

10 tahun adalah masa yang sekejap untuk usia sebuah umat. Dalam 10 tahun apa yang dilakukan pribadi teragung ini. Tidak ada masa 10 tahun yang dapat dibandingkan dengan masa 10 tahun pemerintahan Rasulullah SAW yang penuh berkah. Apa yang telah beliau lakukan dalam kurun waktu 10 tahun? Badai apa yang telah beliau hembuskan, dan hamparan apa yang telah beliau bentangkan untuk manusia di balik badai itu, dan bagaimana beliau membentangkannya? Usia beliau 63 tahun. Dengan usia panjang kita, dan dengan perangai kita yang masih kekanak-kanakan kita ingin mengikuti jejak beliau, entah sejauhmana. Yang jelas, jika kita dapat bergerak dengan penuh ikhlas, penuh mujahadah, dan dengan hidayah Ilahi maka hasilnya adalah seperti yang terjadi pada masa 10 tahun pemerintahan Nabawi beserta segala keagungannya.

Ilahi, anugerahilah kami keterjagaan. Sirami hati kami dengan pengetahuan yang lebih mendalam tentang hakikat Islam. Ilahi, tolonglah bangsa ini dalam berjuang menempuh jalan yang lurus. Ilahi, bahagiakan hati suci Wali ‘Asr dalam memandang kami.

Wasalamu'alaikum wa rahmatullah.

Salah satu sasaran bidik mutakhir dari sinetron masa kini adalah remaja. Kalau dulu yang namanya sinetron itu identik dengan ibu-ibu atau bahkan pembantu rumah tangga, maka sekarang remaja usia ABG pun mereka jadikan ‘mangsa’. Kini menjamur sinetron yang latar belakangnya adalah kisah percintaan sepasang manusia yang usianya masih remaja ; masih SMA, bahkan ada juga yang SMP.

Bukan sinetron saja. Masalah percintaan kaum remaja memang tidak ada habis-habisnya dieksploitasi oleh para raksasa industri. Valentine dijadikan ajang untuk menjual habis barang dagangan, dengan sasaran utamanya adalah kaum remaja. Siapa korban terbanyak dari Britney Spears? Tidak lain dan tidak bukan adalah kaum remaja. Siapa yang merasakan dampak besar akibat merebaknya pornografi? Ternyata kaum remaja juga. Jadi dengan mudah kita dapat menyimpulkan bahwa menjadi remaja di jaman sekarang ini memang runyamnya minta ampun!

Masalahnya (menurut saya) hanya satu : kaum remaja seringkali tidak punya pegangan. Di satu sisi ia baru saja beranjak dari usia kanak-kanak, di mana pada masa-masa itu ia hanya menggunakan satu logika, yaitu meniru. Di sisi lain, ia juga baru mulai menjajaki kehidupan orang dewasa yang penuh dengan pilihan dan terbukanya akses-akses yang sebelumnya tidak bisa dibuka. Repotnya lagi, pada usia ini pulalah muncul keinginan untuk memberontak, baik pada orang tua, guru, atau tatanan nilai-nilai adat dan agama. Kecuali aturan Allah SWT, segalanya memang boleh dikritisi. Namun apakah semua harus dilawan? Inilah salah satu godaan terbesar yang dialami oleh setiap manusia ketika menginjak masa usia remaja.

Akhirnya, alih-alih melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, kaum remaja justru seringkali mencederai kepentingannya sendiri. Karena kesal pada orang tua yang selalu menyuruh belajar (misalnya dengan memberi target rangking, menyuruh anak belajar di bimbel plus belajar privat di rumah), maka ia ‘membalasnya’ di sekolah, misalnya dengan bolos, dan berbagai kenakalan lainnya. Sebenarnya sedikit sekali remaja yang benar-benar nakal. Sebagian besar hanya marah, dan kebingungan bagaimana harus menyalurkan amarahnya.

Dengan prinsip ‘tampil beda’, akhirnya kaum remaja justru ‘tampil seragam’. Waktu saya kelas 2-3 SMP dahulu, siswi sekolah sedang gandrung sepatu ‘Doc Mart’. Sekarang, rata-rata kaus kakinya tinggi seperti pemain sepak bola, dan panjang baju seragamnya pas sampai di pinggang. Dulu sekali, orang-orang beramai-ramai mengkeritingkan rambutnya. Sekarang, yang ikal pun ingin rambut lurus. Kalau dulu kekekaran tubuh dan ke-macho-an pribadi adalah kebanggaan para siswa, sekarang mereka malah tampil sekurus mungkin, dengan gaya rambut yang aneh meniru-niru Good Charlotte dan band punk semacamnya. Mereka memang mengaku ingin tampil beda, tapi di mata orang lain, mereka justru tak berkarakter sama sekali. Inilah ‘sisa-sisa’ logika meniru yang masih mereka pakai dari masa kanak-kanak.

Pada usia ini pula manusia cenderung melakukan hal-hal yang akan disesalinya kemudian. Masalahnya, mereka tidak melakukannya dengan niat yang tepat. Berbuat salah itu biasa bagi siapa pun, namun ada kalanya seorang remaja melakukan sesuatu yang salah menurut akalnya, namun ia tidak memiliki kemampuan untuk menolaknya. Kadang mereka melakukannya untuk mencari perhatian, kadang hanya demi pembalasan, meskipun nyaris selalu salah sasaran.

Pada prinsipnya kaum remaja seringkali merasa kesepian. Mereka merasa orang tuanya tidak memahami keadaan dirinya (dan kalau mau jujur, orang tua memang seringkali lupa dengan kondisi jiwa kaum remaja), apalagi gurunya. Maka mereka pun berpaling pada teman-teman sebayanya dan orang-orang yang mereka idolakan. Jika teman-temannya merokok, maka mereka pun tergoda untuk merokok. Jika artis Hollywood pujaan hatinya menjunjung tinggi seks bebas, maka perzinaan pun tidak tabu lagi di matanya.

Adalah sebuah ironi yang tak terperi ketika saya menyadari bahwa kaum remaja selalu ingin dimengerti, namun mereka sendiri seringkali tidak mengerti dirinya sendiri. Mereka mencari-cari identitas dirinya ‘keluar’, padahal mereka seharusnya duduk dan mencarinya ‘di dalam’. Mereka melihat-lihat identitas orang lain dan mencoba menerapkannya pada diri sendiri dengan logika trial and error yang sangat menyedihkan. Padahal sunnatullaah berlaku sampai kapan pun : manusia tidak menghormati seorang copycat ! Anda bisa dengan mudah tampil keren, tapi terhormat itu urusan lain lagi.

Kembali pada masalah cinta, khususnya cinta remaja.

Kaum remaja seringkali tidak menyadari keadaan dirinya sendiri yang masih sangat labil dan amat dipengaruhi oleh ego pribadi. Kondisi yang demikian ini adalah kondisi yang paling tidak ideal untuk berkecimpung dalam masalah percintaan. Itulah sebabnya, meskipun sinetron-sinetron menggambarkan sebaliknya, namun drama percintaan yang dialami oleh kaum remaja lebih sering kandas di tengah jalan daripada berlanjut menuju akhir yang baik.

Jika bicara masalah cinta, yang seringkali muncul dalam perbincangan adalah ucapan-ucapan seperti :

  • “Kamu kok nggak ngertiin aku...”
  • Aku ingin...”
  • “....pasangan yang bisa membahagiakan aku.”

Kata-kata yang saya tebalkan dapat dengan mudah menunjukkan adanya campur tangan ego dalam kadar yang cukup tinggi. Sekali lagi, ini adalah racun dalam urusan cinta-cintaan. Sayangnya, banyak yang tidak menyadari.

Bagi seorang Muslim, hidup bukan untuk diri sendiri. Jangan bicara kasih sayang kalau masih memikirkan diri sendiri, dan jangan ngomong cinta kalau tidak mau mendahulukan pasangan. Dengan demikian, kalau memang mau bicara cinta, maka seorang remaja harus rela terlebih dahulu untuk melepaskan logika kanak-kanaknya dan melangkah lebih jauh dengan logika orang dewasa. Dan untuk menjadi dewasa, tentu saja, butuh waktu.

Hargailah waktu.

wassalaamu’alaikum wr. wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar